Travelling Stories and Medical Record

Home Top Ad

Tampilkan postingan dengan label Rekam Medis. Tampilkan semua postingan

K etepatan koding diagnosa dengan ICD-10 atau ICD-11 tergantung pada beberapa faktor, termasuk pemahaman yang baik tentang sistem klasifikas...

Ketepatan koding diagnosa dengan ICD-10 atau ICD-11 tergantung pada beberapa faktor, termasuk pemahaman yang baik tentang sistem klasifikasi, pengetahuan medis, dan interpretasi yang akurat dari informasi yang terdapat dalam rekam medis pasien. 

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat memengaruhi ketepatan koding diagnosa: 


1. Pengetahuan Medis: 

Penting bagi pemilik rekam medis atau petugas pengkode untuk memiliki pengetahuan medis yang baik. Mereka harus memahami terminologi medis, konsep penyakit, dan kriteria diagnostik yang diperlukan untuk melakukan koding yang tepat. 


2. Dokumentasi yang Lengkap: 

Informasi yang tepat dan lengkap dalam rekam medis sangat penting untuk melakukan koding yang akurat. Dokumentasi yang lengkap termasuk gejala, temuan fisik, hasil tes laboratorium, hasil pencitraan medis, dan riwayat medis pasien. Semakin lengkap informasi yang tersedia, semakin besar kemungkinan untuk melakukan koding yang tepat. 

Baca : Keamaan Transaksi Rekam Medis Elektronik

3. Pemahaman tentang Panduan Koding: 

Sistem ICD-10 atau ICD-11 memiliki panduan dan petunjuk yang mendetail untuk membantu dalam pemilihan kode yang tepat. Memahami dan mengikuti panduan tersebut penting untuk memastikan ketepatan koding. Pemilik rekam medis atau petugas pengkode harus dapat menginterpretasikan panduan dengan benar dan menerapkannya sesuai dengan kondisi pasien. 


4. Keterampilan dan Pengalaman Pengkode: 

Keterampilan dan pengalaman petugas pengkode juga memainkan peran penting dalam ketepatan koding diagnosa. Pengalaman dalam menggunakan sistem klasifikasi ICD dan pemahaman yang mendalam tentang terminologi dan konsep medis akan membantu dalam melakukan koding yang akurat. 


5. Pelatihan dan Sumber Daya: 

Pelatihan yang memadai dalam penggunaan ICD-10 atau ICD-11 serta sumber daya pendukung yang diperlukan, seperti panduan resmi dan perangkat lunak pengkodean yang tepat, dapat membantu meningkatkan ketepatan koding. 

Penting untuk diingat bahwa ketepatan koding diagnosa merupakan tanggung jawab bersama antara pemilik rekam medis, petugas pengkode, dan penyedia layanan kesehatan. Upaya kolaboratif dan komunikasi yang baik antara mereka akan membantu meningkatkan ketepatan koding dan akurasi data kesehatan yang terdokumentasi.

  Picture Credit : Pixabay EnryMazniDotCom - Keamanan transaksi data dalam Rekam Medis Elektronik (RME) sangat penting untuk melindungi inf...

 

Picture Credit : Pixabay


EnryMazniDotCom - Keamanan transaksi data dalam Rekam Medis Elektronik (RME) sangat penting untuk melindungi informasi medis pasien. Berikut ini beberapa aspek keamanan yang perlu diperhatikan dalam RME: 

1. Keamanan Fisik: RME memerlukan infrastruktur teknologi yang aman dan terlindungi fisik, seperti akses terbatas ke server, penggunaan firewall, dan tindakan perlindungan fisik terhadap peralatan komputer dan server yang menyimpan data RME. 

2. Akses yang Terbatas: Akses ke RME harus dibatasi hanya kepada individu yang berwenang, seperti tenaga medis yang terlibat langsung dalam perawatan pasien. Sistem perlu menggunakan mekanisme otentikasi yang kuat, seperti kata sandi yang kompleks, autentikasi dua faktor, atau penggunaan kartu akses elektronik. 

3. Pengamanan Jaringan: Jaringan yang menghubungkan sistem RME harus dilindungi dengan teknologi keamanan jaringan, termasuk penggunaan firewall, deteksi intrusi, dan enkripsi data saat berpindah melalui jaringan. 

4. Enkripsi Data: Data dalam RME harus dienkripsi saat berpindah atau disimpan. Hal ini mencegah akses yang tidak sah ke data medis pasien jika terjadi kebocoran atau peretasan. 

5. Audit Trail: RME harus memiliki fungsi audit trail yang mencatat aktivitas pengguna dan perubahan yang terjadi pada data. Audit trail ini membantu dalam mendeteksi aktivitas yang mencurigakan atau akses yang tidak sah. 

6. Perlindungan Terhadap Serangan Cyber: Sistem RME harus dilindungi dari serangan cyber, termasuk serangan malware, serangan DDoS, dan upaya peretasan. Pemantauan keamanan yang proaktif dan pembaruan perangkat lunak secara teratur diperlukan untuk menjaga keamanan sistem. 


7. Kebijakan dan Pelatihan: Institusi kesehatan harus memiliki kebijakan keamanan yang jelas terkait dengan RME dan melaksanakan pelatihan kepada staf medis tentang praktik keamanan yang baik, seperti penggunaan sandi yang kuat, kebijakan privasi, dan penanganan data yang benar. 

8. Kepatuhan Hukum: Sistem RME harus mematuhi peraturan privasi dan keamanan data medis yang berlaku, seperti Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA) di Amerika Serikat atau peraturan perlindungan data yang relevan di negara lain. 

Penerapan semua langkah keamanan ini sangat penting untuk menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data medis pasien dalam RME. Institusi kesehatan harus secara teratur mengevaluasi dan memperbarui langkah-langkah keamanan mereka untuk menghadapi ancaman keamanan yang terus berkembang.

  Credit : GHP-News[dot]com EnryMazniDotCom - Rekam Medis Elektronik (RME) dan Rekam Medis Elektronik (EHR) adalah istilah yang sering digu...

 



EnryMazniDotCom - Rekam Medis Elektronik (RME) dan Rekam Medis Elektronik (EHR) adalah istilah yang sering digunakan secara bergantian, tetapi mereka memiliki perbedaan yang penting. 

Berikut adalah perbedaan utama antara RME dan EHR: 

1. Ruang Lingkup: - Rekam Medis Elektronik (RME): 
RME merujuk pada sistem elektronik yang digunakan untuk menyimpan dan mengelola catatan medis pasien di sebuah fasilitas kesehatan tertentu. Ini lebih fokus pada pengelolaan data medis dalam institusi kesehatan, seperti rumah sakit atau klinik. - Rekam Medis Elektronik (EHR): EHR mencakup ruang lingkup yang lebih luas, mencakup seluruh sejarah medis pasien yang terintegrasi secara elektronik dari berbagai fasilitas kesehatan dan penyedia layanan. EHR mencakup informasi dari berbagai institusi kesehatan yang terkait dengan pasien, seperti rekam medis dari rumah sakit, klinik, dokter keluarga, apotek, dan spesialis. 

2. Interoperabilitas: - RME: 
RME cenderung fokus pada pengelolaan data medis di satu institusi kesehatan, dan kemungkinan integrasi dengan sistem luar terbatas. - EHR: EHR dirancang untuk memiliki tingkat interoperabilitas yang tinggi. Ini memungkinkan berbagai sistem kesehatan berbeda untuk berbagi informasi medis pasien secara elektronik, memastikan akses yang terintegrasi ke data medis dari berbagai sumber. 

3. Akses Pasien: - RME: 
Akses pasien ke RME mungkin terbatas pada institusi kesehatan tertentu di mana catatan medisnya disimpan. - EHR: EHR memungkinkan akses pasien ke seluruh sejarah medis mereka, termasuk catatan dari berbagai fasilitas kesehatan. Pasien dapat melihat dan berbagi informasi medis mereka dengan penyedia perawatan kesehatan yang berbeda. 


4. Kontinuitas Perawatan: - RME: 
RME biasanya digunakan untuk mengelola catatan medis pasien selama mereka menerima perawatan di institusi kesehatan tertentu. - EHR: EHR menawarkan kontinuitas perawatan yang lebih baik, karena menyediakan akses terpadu ke seluruh sejarah medis pasien dari berbagai institusi kesehatan. Hal ini memungkinkan koordinasi perawatan yang lebih baik dan integrasi informasi antar penyedia layanan. 

Meskipun ada perbedaan ini, penting untuk diingat bahwa istilah RME dan EHR dapat digunakan secara bergantian tergantung pada konteksnya dan praktik yang digunakan di suatu negara atau wilayah.

  Electronic Medical Record Credit : Pixabay EnryMazniDotCom - Rekam medis elektronik (disingkat RME) adalah sistem yang digunakan untuk me...

 

Electronic Medical Record Credit : Pixabay


EnryMazniDotCom - Rekam medis elektronik (disingkat RME) adalah sistem yang digunakan untuk menyimpan, mengelola, dan mengakses informasi medis pasien secara elektronik. Ini menggantikan sistem rekam medis tradisional yang menggunakan dokumen fisik seperti kertas dan kartu. RME memungkinkan para profesional kesehatan untuk dengan mudah mengakses catatan medis pasien secara elektronik, termasuk riwayat penyakit, hasil tes laboratorium, resep obat, dan informasi penting lainnya. Sistem ini memungkinkan integrasi data antara berbagai departemen dan layanan kesehatan, sehingga informasi medis dapat dengan cepat dibagikan dan diakses oleh tim medis yang berwenang. 

Keuntungan RME antara lain: 

1. Aksesibilitas yang meningkat: Informasi medis dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh tenaga medis yang berwenang dari berbagai lokasi. Hal ini memungkinkan pemberian perawatan yang lebih baik dan tepat waktu kepada pasien. 

2. Efisiensi administrasi: RME mengurangi ketergantungan pada dokumen fisik dan proses administrasi manual. Data dapat diinput secara elektronik, pengarsipan dan pencarian data lebih efisien, dan penjadwalan perawatan dapat dikelola dengan lebih baik. 


3. Keamanan informasi: Sistem RME memiliki fitur keamanan yang kuat untuk melindungi informasi medis pasien. Akses ke data dibatasi hanya kepada pihak yang berwenang, dan catatan medis dapat dicadangkan secara teratur untuk mencegah kehilangan data. 

4. Koordinasi perawatan yang lebih baik: RME memungkinkan berbagai penyedia layanan kesehatan yang terlibat dalam perawatan pasien untuk berbagi informasi secara real-time. Ini memungkinkan koordinasi yang lebih baik dalam perawatan, diagnosis, dan pengobatan pasien. 

Namun, penting untuk mencatat bahwa implementasi RME membutuhkan infrastruktur teknologi yang memadai, pelatihan bagi staf medis yang terlibat, serta kebijakan dan prosedur yang sesuai untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan informasi medis pasien.

EnryMazniDotCom - Di era perkembangan teknologi yang sangat pesat ini menuntut adanya perubahan dalam sistem pelayanan yaitu dari sistem p...

EnryMazniDotCom - Di era perkembangan teknologi yang sangat pesat ini menuntut adanya perubahan dalam sistem pelayanan yaitu dari sistem pelayanan manual menjadi digital. Perubahan ini terjadi segala bidang tanpa terkecuali dalam bidang kesehatan. Digitalisasi sistem pelayanan di bidang kesehatan khususnya pada pelayanan rumah sakit akan membantu sistem kerja dan transaksi informasi untuk satu tujuan utama yaitu keamanan pasien dan keselamatan pasien dalam proses pengobatan, namun dalam penerapannya banyak juga tantangan yang harus dihadapi yaitu masalah isu etik dalam informasi kesehatan pasien. Ada etik yang mengatur kapan dan siapa serta bagaimana mendapatkan informasi kesehatan pasien secara legal. Maka itu keamanan informasi kesehatan pasien merujuk pada dua kata kunci yaitu aksesibilitas dan proteksi informasi kesehatan pasien sehingga privasi dan kerahasiaan informasi kesehatan pasien dalam rekam medis elektronik tetap aman.


Gambar ilustarasi rekam medis elektronik (sumber : https://pixabay.com/id/vectors/ehr-emr-rekam-medis-elektronik-1476525/)

Dalam Jurnal Fifth Annual Benchmark Study on Privacy & Security of Healthcare Data disebutkan bahwa sektor kesehatan menyumbang sekitar 44% dari seluruh kasus pelanggaran data selama tahun 2013. Sekitar 65% dari seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang ada melaporkan kasus cyber security pada tahun yang sama. Di pertengahan tahun 2015 pelanggaran kebocoran informasi dalam rekam medis elektronik mencapai 3,9 juta informasi pasien dari 11 rumah sakit. Di Hong kong, pada tahun 2015 informasi pasien dicuri, informasi termasuk nama dan alamat. Di tahun yang sama peretas telah mencuri data pribadi pasien 1,5 juta orang. Di Indonesia ada sekitar 127 juta data warga Indonesia termaksud mereka yang sudah meninggal dunia diretas, dan data tersebut diduga berasal dari badan penyelenggara layanan kesehatan, BPJS kesehatan. 


Baca : Keuntungan Rekam Medis Elektronik


 Apakah Informasi Kesehatan Pasien Dalam Rekam Medis Elektronik Rahasia ? 

Dari pengertian rekam medis dalam Permenkes Nomor 269 tahun 2008 Tentang Rekam Medis pada pasal 1 menyatakan bahwa “ Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”.


Pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 377 tahun 2007 menjelaskan bahwa rekam medis elektronik atau rekam kesehatan elektronik adalah kegiatan mengkomputerisasikan isi rekam kesehatan dan proses yang berhubungan denganya.


Menurut Amatayakul, rekam medis elektronik adalah catatan elektronik tentang informasi terkait kesehatan pada individu yang dapat diciptakan, dikumpulkan, dan dikonsultasikan oleh dokter dan staf yang berwenang di dalam satu organisasi layanan kesehatan.


Dari defenisi rekam medis dan juga rekam medis elektronik sudah mengambarkan bahwa informasi dalam rekam rekam medis itu rahasia. Dalam pengertian rekam medis elektronik menurut Amatakul, dijelaskan bahwa hanya staf atau dokter yang berwenang mengkonsultasikan informasi sebab Isi rekam medis catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan yang sudah diberikan kepada pasien.


Aspek Hukum Rekam Medis Elektronik Di Indoneisa

Belum ada undang-undang atau peraturan menteri kesehatan tentang rekam medis elektronik dan juga belum ada peraturan yang mengatur secara khusus tentang keamanan informasi kesehatan pasien dalam rekam medis elektronik, namun jika merujuk pada Permenkes Nomor 269 tahun 2008 Tentang Rekam Medis, maka pada pasal 2 ayat 2 tentang isi dan jenis rekam medis dan penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri. Peraturan tersendiri yang dimaksud agar terselengaranya rekam medis elektronik adalah UndangUndang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No 11 Tahun 2008, pada bab I pasal 1 ayat 1 menjelaskan tentang apa itu informasi elektronik, kemudian pada pasal 1 ayat 2 menjelaskan tentang transaksi elektronik dan pada pasal 1 ayat 4 juga menjelaskan pengertian dokumen elektronik.


Mengenai privasi dan kerahasiaan serta kepemilikan rekam medis baik manual maupun elektronik diatur dalam Permenkes Nomor 269 tahun 2008 Tentang Rekam Medis, misalnya tentang kerahasiaan. Kerahasiaan rekam medis diatur pada bab IV Pasal 10 ayat 1, bahwa Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Pada Ayat 2 dijelaskan pahwa Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal kepentingan Kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan, permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri, permintaan institute/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan, untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.


Pada bab V tentang kepemilikan, pemanfaatan dan tanggung jawab, dijelaskan pada pasal 12 ayat 1 bahwa berkas rekam medis milik sarana pelayan kesehatan, ayat 2 isi rekam medis merupakan milik pasien. Pada ayat 3 dijelaskan isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat 2)dapat diberikan,dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu. Pada pasal 13 ayat 1 pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai pemiliharaan kesehatan dan pengobatan pasien,alat bukti dalam proses penegakan hukum,disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan kedokteran gigi; keperluan pendidikan dan penelitian; dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan data statistik kesehatan. Kemudian pada pasal 14, pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan,dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.


Aksesibilitas Dan Proteksi Informasi Kesehatan Pasien Dalam Rekam Medis Elektronik 

Keamanan informasi kesehatan pasien dalam rekam medis elektronik adalah syarat utama dalam menerapkan rekam medis elektronik karena setiap informasi kesehatan pasien memiliki sifat yang privasi dan rahasia. Privasi artinya segala informasi kesehatan pasien merupakan hak individu atau merupakan hak pasien untuk mengontrol informasi kesehatannya dari campur tangan pihak lain sedangkan rahasia artinya pembatasan pengungkapan dan menggunakan informasi kesehatan pasien tersebut bertanggung jawab artinya dengan kata lain informasi hanya dapat di akses oleh yang berwenang dan dapat dijamin kerahasiaannya saat melakukan transasi secara elektronik sesuai kebijakan yang berlaku.


Dalam menjaga keamanan informasi kesehatan pasien, aksesbilitas dan proteksi menjadi kata kunci. Pengertian dari Aksesibilitas adalah item data yang mudah diperoleh dan sah/ legah untuk dikumpulkan, sedangkan pengertian proteksi dalam kamus besar bahasa indonesia, proteksi adalah perlindungan ( dalam perdagangan,industri dan sebagainya ).


Data dan informasi yang di akses harus memiliki tingkatan level akses dan harus terlindungi misalnya antara supervisior, admin, operator, bahkan pasien memliki batasan akses, Setiap level akses memliki otorisasi. Apa itu Otorisasi ? Otoriasi adalah mengatur hak dari seseorang, meliputi hak akses terhadap fungsi sistem dan informasi yang terkandung didalamnya. Otorisasi diperkuat dengan kemampuan kendali akses, pelayanan kerahasiaan dan pelayanan non repudiasi. Dengan kata lain data dan informasi yang dapat dilihat, dirubah atau dipakai berdasarkan level akses sehingga berbeda pada setiap level akses.Level akses Operator berbeda dengan administrator, supervisior memiliki level akses yang berbeda antara administrator dan operator. Contoh, Petugas IT adalah Operator sistem, petugas IT berhak memiliki akses yang luas cakupannya karena petugas IT yang membangun sistem dan mengatur level akses. Manajemen, kepala Unit berada pada level supervisior, sedangkan level administrator biasanya bagian pelayanan pasien. Tampilan Interface pada rekam medis dokter akan berbeda dengan petugas pendaftaran, perawat dan lain –lain. Dokter bisa mengoreksi tampilan halaman input data sedangkan perawat hanya bisa mengoreksi halaman input data yang meyangkut perawatan (askep) namun tidak bisa mengubah isi data hasil pemeriksaan yang sudah diinput dokter. Begitu pun ada informasi yang bisa dilihat maupun tidak bisa dilihat dikarenakan level akses, sehingga otoriasinya berbeda.


Proteksi dibagi menjadi dua bagian,yaitu perlindungan secara fisik dan perlindungan secara teknis.Perlindungan secara fisik sendiri terbagi atas perlindungan unit kerja dan pengendalian peralatan dan media. Perlindungan unit kerja merupakan langkah pengamanan menggunakan kode akses di setiap pintu pada setiap unit pelayanan, terutama unit pelayanan rekam medis. Pengendalian peralatan dan media merupakan pengaturan pemakaian perangkat keras dan media yang berisikan informasi kesehatan pasien. Perlindungan secara teksnis terdiri pengendalian hak akses, perlindungan transmisi dan integritas. Pengendalian hak akses mengatur akses informasi kesehatan elektronik terhadap pengguna, baik data dan aplikasi, dalam hal ini menerapkan tabel akses kontrol berdasarkan jenis kegiatan yang. Kemudian juga ada sistem integritas, dimana melindungi informasi kesehatan pasien eletronik dari kerusakan.

Baca : Perbedaan EHR dan EMR

Penting sekali memperhatikan Keamanan infomasi kesehatan dalam rekam medis elektronik. dengan memperhatikan aksesibilitas dan proteksi, adanya askes yang baik dan sah serta proteksi yang baik maka bisa dikatakan data dan informasi kesehatan akan aman sehingga dalam proses pelayanan kesehatan memenuhi unsur keselamatan pasien. Bisa dibayangkan apabila tidak ada akses dan proteksi yang baik, maka akan menimbulkan masalah bagi para pengguna data dan informasi kesehatan terutama rumah sakit dan pasien itu sendiri.

Acuan Pustaka: 

  1. Amatayakul.Margaret K. (2013). Electronic Health Record A Pratical Guide For Professional and Organization. 2013 (Third). America: AHIMA PRESS.
  2. Menkes Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tentang RekamMedis. Jakarta: Depkes.
  3. Menkes Republik Indonesia. (2007) Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 377 Tentang Sandarisasi Profesi dan Informasi Kesehatan Jakarta: Depkes
  4. Menkes Republik Indonesia. (2007).Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 55 Tentang pekerjaan perekam medis . Jakarta: Depkes 
Penulis Oleh : Jojie G Matitaputty

EnryMazniDotCom - Agar Puskesmas dapat menjalankan fungsinya secara optimal perlu dikelola dengan baik, baik kinerja pelayanan, proses pel...

EnryMazniDotCom - Agar Puskesmas dapat menjalankan fungsinya secara optimal perlu dikelola dengan baik, baik kinerja pelayanan, proses pelayanan, maupun sumber daya yang digunakan. Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu, serta dapat menjawab kebutuhan mereka, oleh karena itu upaya peningkatan mutu, manajemen risiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat dan swasta. Penilaian keberhasilan Puskesmas dapat dilakukan oleh internal organisasi Puskesmas itu sendiri, yaitu dengan ”Penilaian Kinerja Puskesmas,” yang mencakup manajemen sumber daya termasuk alat, obat, keuangan dan tenaga, serta didukung dengan manajemen sistem pencatatan dan pelaporan, disebut Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS).
Untuk menjamin bahwa perbaikan mutu, peningkatan kinerja dan penerapan manajemen risiko dilaksanakan secara berkesinambungan di Puskesmas, maka perlu dilakukan penilaian oleh pihak eksternal dengan menggunakan standar yang ditetapkan yaitu melalui mekanisme akreditasi. Puskesmas wajib untuk diakreditasi secara berkala paling sedikit tiga tahun sekali, demikian juga akreditasi merupakan salah satu persyaratan kredensial sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS.

Tujuan utama akreditasi Puskesmas adalah untuk pembinaan peningkatan mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan dan program, serta penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat akreditasi.
Akreditasi Puskesmas
Akreditasi Puskesmas

Berikut standar akreditasi rekam medis di Puskesmas yang termasuk dalam Kelompok Upaya Kesehatan Perorangan, yang diuraikan pada BAB VIII Manajemen Penunjang Layanan Klinis dalam standar 4.

Manajemen Informasi Rekam Medis 

Standar 4

8.4. Kebutuhan Data dan Informasi Asuhan bagi Petugas Kesehatan, Pengelola Sarana, dan Pihak Terkait di Luar Organisasi Dapat Dipenuhi Melalui Proses yang Baku.

Kriteria

8.4.1. Ada pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode prosedur, simbol, dan istilah yang dipakai.

Pokok Pikiran :
-- Standarisasi terminologi, definisi, kosakata dan penamaan memfasilitasi pembandingan data dan informasi di dalam maupun di luar Puskesmas (fasilitas kesehatan rujukan). Keseragaman penggunaan kode diagnosa dan kode prosedur/tindakan mendukung pengumpulan dan analisis data.
-- Singkatan dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang tidak boleh digunakan”. Standarisasi tersebut konsisten dengan standar lokal dan nasional yang berlaku.



Elemen Penilaian :
-- Terdapat standarisasi kode klasifikasi diagnosis dan terminologi lain yang konsisten dan sistematis.
-- Terdapat standarisasi kode klasifikasi diagnosis dan terminologi yang disusun oleh Puskesmas (minimal 10 besar penyakit).
-- Dilakukan pembakuan singkatan-singkatan yang digunakan dalam pelayanan sesuai dengan standar nasional atau lokal.

8.4.2. Petugas memiliki akses informasi sesuai dengan kebutuhan dan tanggung jawab pekerjaan.

Pokok Pikiran :
-- Berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien, sehingga merupakan alat komunikasi yang penting. Agar informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien keberlanjutan, maka perlu tersedia selama pelaksanaan asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan, serta dijaga selalu diperbaharui (up to date).
-- Catatan medis keperawatan dan catatan pelayanan pasien lainnya tersedia untuk semua praktisi kesehatan pasien tersebut. Kebijakan Puskesmas mengidentifikasi praktisi kesehatan mana saja yang mempunyai akses ke berkas rekam medis pasien untuk menjamin kerahasiaan informasi pasien.

Elemen Penilaian :
-- Ditetapkan kebijakan dan prosedur akses petugas terhadap informasi medis.
-- Akses petugas terhadap informasi yang dibutuhkan dilaksanakan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab.
-- Akses petugas terhadap informasi dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur.
-- Hak untuk mengakses informasi tersebut mempertimbangkan tingkat kerahasiaan dan keamanan informasi.


8.4.3. Adanya sistem yang memandu penyimpanan dan pemrosesan rekam medis.

Pokok Pikiran :
-- Puskesmas menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang menjadi pedoman retensi berkas rekam medis pasien dan data serta informasi lainnya. Berkas rekam medis klinis pasien, serta data dan informasi lainnya disimpan (retensi) untuk suatu jangka waktu yang cukup dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku guna mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, riset dan pendidikan. Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. Ketika periode retensi yang ditetapkan terpenuhi, maka berkas rekam medis klinis pasien dan catatan lain pasien, data serta informasi dapat dimusnahkan dengan semestinya.

Elemen Penilaian :
-- Puskesmas mempunyai rekam medis bagi setiap pasien dengan metode identifikasi yang baku.
-- Sistem pengkodean, penyimpanan, dan dokumentasi memudahkan petugas untuk menemukan rekam pasien tepat waktu maupun untuk mencatat pelayanan yang diberikan kepada pasien.
-- Ada kebijakan dan prosedur penyimpanan berkas rekam medis dengan kejelasan masa retensi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

8.4.4. Rekam medis berisi informasi yang memadai dan dijaga kerahasiaannya tentang identifikasi pasien, dokumentasi prosedur kajian, masalah, kemajuan pasien dan hasil asuhan.

Pokok Pikiran :
-- Kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin kesinambungan pelayanan, memantau kemajuan respons pasien terhadap asuhan yang diberikan. Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur kelengkapan rekam medis.
-- Privasi dan kerahasiaan data serta informasi wajib dijaga, terutama data dan informasi yang sensitif. Keseimbangan antara berbagi (sharing) data dan kerahasiaan data perlu diatur. Perlu ditetapkan tingkat privasi dan kerahasiaan yang harus dijaga untuk kategori beragam informasi (misalnya: rekam medis pasien, data riset dan lainnya).

Elemen Penilaian :
-- Isi rekam medis mencakup diagnosis, pengobatan, hasil pengobatan, dan kontinuitas asuhan yang diberikan.
-- Dilakukan penilaian dan tindak lanjut kelengkapan dan ketepatan isi rekam medis.
-- Tersedia prosedur menjaga kerahasiaan rekam medis.

NB : Sumber Permenkes No 46 Tahun 2015

EnryMazniDotCom - Kabar gembira bagi tenaga kesehatan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan khususnya Perekam Medis yang sudah PNS dan seb...

EnryMazniDotCom - Kabar gembira bagi tenaga kesehatan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan khususnya Perekam Medis yang sudah PNS dan sebagai tenaga fungsional Perekam Medis, seiring dengan berlakunya Permenpan No 30 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Perekam Medis dan Angka Kreditnya yang mengatur tentang jenjang jabatan fungsional Perekam Medis. Dalam Peraturan Menteri Aparatur Negara ini, disebutkan bahwa jenjang jabatan fungsional Perekam Medis dibagi menjadi dua jenis jenjang jabatan fungsional Perekam Medis yaitu Perekam Medis Terampil dan Perekam Medis Ahli. Untuk jabatan Perekam Medis Terampil dibagi menjadi 3 jenjang jabatan dari yang paling rendah ke jenjang tertinggi, Jenjang jabatan Perekam Medis Terampil yang terendah adalah (a) Perekam Medis Pelaksana, (b) Perekam Medis Pelaksana Lanjutan dan (c) Perekam Medis Penyelia. Sedangkan untuk Jabatan Perekam Medis Ahli juga dibagi menjadi 3 jenjang jabatan dari yang terendah ke jenjang tertinggi, Jenjang jabatan Perekam Medis Ahli yang terendah adalah (a) Perekam Medis Pertama, (b) Perekam Medis Muda dan (c) Perekam Medis Madya.
Permenpan No 30 Tahun 2013
Permenpan No 30 Tahun 2013

Saat ini pemangku jabatan fungsional perekam medis sudah bisa melanjutkan jenjang jabatan karirnya ke yang lebih tinggi, sesuai telah berlakunya Permenpan ini. Sebelum terbitnya Peraturan ini, jenjang karir jabatan fungional Perekam Medis hanya pada jabatan fungsional Perekam Medis Terampil saja.


Jabatan Fungsional Perekam Medis

Menurut Permenpan No 30 Tahun 2013 menyebutkan Jabatan fungsional Perekam Medis adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan pelayanan rekam medis informasi kesehatan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan Pelayanan rekam medis informasi kesehatan adalah kegiatan pelayanan penunjang secara profesional yang berorientasi pada kebutuhan informasi kesehatan bagi pemberi layanan kesehatan, administrator dan manajemen pada sarana layanan kesehatan dan instansi lain yang berkepentingan berdasarkan pada ilmu pengetahuan teknologi rekam medis (sintesa ilmu-ilmu sosial, epidemiologi, terminologi medis, biostatistik, prinsip hukum medis dan teknologi informasi).

Jabatan fungsional Perekam Medis Terampil adalah jabatan fungsional yang mempunyai kualifikasi teknis yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan pengetahuan teknis dan prosedur kerja tertentu di bidang pelayanan rekam medis informasi kesehatan. Jabatan fungsional Perekam Medis Ahli adalah jabatan fungsional yang mempunyai kualifikasi profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan, metodologi, dan teknik analisis tertentu di bidang pelayanan rekam medis informasi kesehatan.

Setelah beberapa tahun mulai berlakunya Permenpan No 30 Tahun 2013 ini, selanjutnya diterbitkanlah Peraturan Presiden No 114 Tahun 2016 yang mengatur tentang besaran tunjangan Perekam Medis menurut jenjang jabatan menurut jabatan Perekam medis Terampil dan Perekam Medis Ahli, Peraturan Presiden ini memberlakukan tentang besaran tunjangan jabatan fungsional Perekam Medis yang terbaru dan mencabut Peraturan Presiden No 54 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Kesehatan, dimana dalam peraturan tersebut juga mengatur tentang besaran tunjangan jabatan fungsional Perekam Medis yang masih sebatas jabatan fungsional Perekam Medis. Di PP yang terbaru, terjadi kenaikan yang cukup signifikan mengenai besaran angka tunjangan yang didapatkan oleh Perekam Medis dan besaran tunjangan tentunya di sesuaikan menurut jenjang jabatan fungsional masing-masing Perekam Medis.
Peraturan Presiden No 114 Tahun 2016
Peraturan Presiden No 114 Tahun 2016

Berikut perbandingan besaran tunjangan jabatan perekam medis menurut jenjang jabatan dari terendah ke tertinggi :

Berdasarkan PP No 54 Tahun 2007

a. Perekam Medis Pelaksana Rp 197.000
b. Perekam Medis Pelaksana Lanjutan Rp 242.000
c. Perekam Medis Penyelia Rp 440.000

Berdasarkan PP No 114 Tahun 2016 (Terbaru)

1. Perekam Medis Terampil
a. Perekam Medis Pelaksana Rp 360.000
b. Perekam Medis Pelaksana Lanjutan Rp 450.000
c. Perekam Medis Penyelia Rp 780.000

2. Perekam Medis Ahli
a. Perekam Medis Pertama Rp 540.000
b. Perekam Medis Muda Rp 960.000
c. Perekam Medis Madya Rp 1.260.000

Nah, cukup signifikan naiknya antara peraturan presiden yang lama dengan yang baru, keluarnya PP No 114 Tahun Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Perekam Medis mengikuti Permenpan No 30 Tahun 2013 Tentang Jabatan Fungsional Perekam Medis dan Angka Kreditnya dimana dalam Permenpan tersebut sekaligus mengatur tentang jenjang jabatan fungsional Perekam Medis yang baru yaitu Jabatan Fungsional Perekam Medis Ahli.


Bagi teman-teman Perekam Medis, PP terbaru mulai diberlakukan semenjak 30 Desember 2016. Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, ketentuan mengenai Tunjangan Jabatan Fungsional Perekam Medis sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian, Administrator Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektromedis, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ingat, Peraturan Presiden No 114 Tahun 2016 dan Permenpan No 30 Tahun 2013 hanya berlaku bagi Perekam Medis berstatus PNS yang sudah diangkat dalam jabatan fungsional Perekam Medis dibuktikan dengan SK Jabatan Fungsional Perekam Medis. Mengenai detail isi dari PP No 114 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Fungsional Perekam Medis dan Permenpan No 30 Tahun 2013 Tentang Jabatan Fungsional Perekam Medis dan Angka Kreditnya bisa langsung di download di Google Search.

Semoga informasi tentang jabatan fungsional Perekam Medis dan besaran tunjangannya bisa membantu teman-teman Perekam Medis khususnya yang PNS.