Travelling Stories and Medical Record

Home Top Ad

Tampilkan postingan dengan label Rekam Medis. Tampilkan semua postingan

EnryMazniDotCom - Informed consent adalah pengakuan atas hak autonomy pasien, yaitu hak untuk dapat menentukan sendiri apa yang boleh dilak...

EnryMazniDotCom - Informed consent adalah pengakuan atas hak autonomy pasien, yaitu hak untuk dapat menentukan sendiri apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya. karenanya tidak hanya informed consent yang kita kenal, melainkan juga informed refusal. Doktrin informed consent mensyaratkan agar pembuat consent telah memahami masalahnya terlebih dahulu (informed) sebelum membuat keputusan (consent atau refusal).

Dengan demikian, informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dan aspek hukum bukanlah suatu perjanjian antara dua pihak melainkan ke arah persetujuan sepihak atas tindakan yang ditawarkan pihak lain. Dengan demikian cukup ditandatangani oleh pasien atau walinya, sedangkan pihak rumah sakit, termasuk dokternya, hanya menjadi saksi.
www.enrymazni.com
Informed Consent (Pixabay)

Sebenarnya, consent (persetujuan) dapat diberikan dalam bentuk:

A. Dinyatakan (expressed): 
(a) secara lisan, dan 
(b) secara tertulis.

B. Tidak dinyatakan (implied). Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya misalnya menggulung lengan baju ketika akan diambil darahnya.

Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna. Undang Undang Praktik Kedokteran dan Peraturan mentri kesehatan tentang Persetujuan Tindakan Medis menyatakan bahwa semua jenis tindakán operatif dan yang berisiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis.

Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal hal yang telah dinyatakan sebelumnya, dan tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas sémua tindakan yang akan dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi yang telah disepakati hánya apabila terjadi keadaan gawat darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.

Proxy consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya (baik buat pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami / istri, anak yang sudah dewasa (umur 21 tahun atau pernah menikah), orangtua, saudara kandung, dan lain-lain.

Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran daripada hak menyetujui terapi. Banyak ahli yang mengatakan bahwa hak menolak terapi bersifat tidak absolut, artinya masih dapat ditolak atau tidak diterima oleh dokter. Hal ini oleh karena dokter akan mengalami konflik moral dengan kewajiban menghormati kehidupan, kewajiban untuk mencegah perbuatan yang bersifat bunuh diri atau self inflicted, kewajiban melindungi pihak ketiga, dan integritas etis profesi dokter. Namun perkembangan nilai demikian cepat terjadi sehingga saat ini telah banyak dikenal permintaan pasien untuk tidak diresusitasi, terapi minimal, dan menghadapi kematian yang alami tanpa menerima terapi / tindakan yang extraordinary.

Dalam praktik sehari hari, informed consent tidak hanya diperlukan pada tindakan operatif, melainkan juga pada prosedur diagnostik atau tindakan pengobatan yang invasif lainnya, misalnya pada waktu arteriografi, pemeriksaan laboratorium tertentu, kateterisasi, pemasangan alat bantu napas, induksi partus, ekstraksi vakum, dan lain lain

Sebagaimana disebutkan UU Praktik kedokteran memberikan peluang untuk mengungkapkan informasi kesehatan untuk memenuhi permintaan aparatur...

Sebagaimana disebutkan UU Praktik kedokteran memberikan peluang untuk mengungkapkan informasi kesehatan untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum. dalam hal ini perlu digarisbawahi kata kata "dalam rangka penegakan hukum", yang berarti bahwa permintaan akan informasi kesehatan tersebut haruslah diajukan dengan mengikuti aturan yuridis formal.

Pasal 43 undang undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengatakan bahwa rekam medis tidak dapat disita tanpa persetujuan sarana kesehatan atau orang yang bertanggung jawab atas rekam medis tersebut.

"Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat kecuali undang undang menentukan lain"

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa penggunaan informasi kesehatan untuk kepentingan peradilan dapat dilakukan, baik pada saat pemeriksaan oleh penyidik, penuntut umum maupun di depan sidang pengadilan. Namun demikian untuk menjaga agar dokumen rekam medis tidak hilang makan sebaiknya rekam medis hanya dikeluarkan dari sarana pelayanan kesehatan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan. Sebuah fotokopi rekam medis yang disahkan pimpinan sarana kesehatan dapat diserahkan atas permintaan resmi penyidik atau penuntut umum. Rekam medis asli dapat ditunjukkan untuk membuktikan keaslian rekam medis tersebut.

Selain itu, pemberi layanan kesehatan dapat saja menetapkan sebagian informasi kesehatan sebagai rahasia dan tidak menyampaikannya ke petugas penuntut umum, sepanjang informasi tersebut tidak relevan dengan perkaranya. Hak menjaga kerahasiaan informasi tertentu tersebut dilindungi oleh pasal 43, 120 dan 170 KUHAP.

Pemanfaatan komputer sebagai sarana pembuatan dan pengiriman informasi medis merupakan upaya yang dapat mempercepat dan mempertajam berger...

Pemanfaatan komputer sebagai sarana pembuatan dan pengiriman informasi medis merupakan upaya yang dapat mempercepat dan mempertajam bergeraknya informasi medis untuk kepentingan ketepatan tindakan medis. Namun di sisi lain dapat menimbulkan masalah baru di bidang kerahasiaan dan privacy pasien. Bila data medis pasien jatuh ke tangan orang yang tidak berhak, maka dapat terjadi masalah hukum dan tanggung jawab harus ditanggung oleh dokternya atau oleh sarana pelayanan kesehatannya. Untuk itu maka standar pelaksanaan pembuatan dan penyimpanan rekam medis yang selama ini berlaku bagi berkas kertas harus pula diberlakukan pada berkas elektronik. Umumnya komputerisasi tidak mengakibatkan rekam medis menjadi paperless, tetapi hanya menjadi less paper. Beberapa data seperti data identitas, informed consent, hasil konsultasi, hasil radiologi dan imaging harus tetap dalam bentuk kertas (print out).

Konsil Asosiasi Dokter Sedunia (WMA) di bidang etik dan hukum menerbitkan ketentuan di bidang ini pada tahun 1994. Beberapa petunjuk yang penting adalah :
  • lnformasi medis hanya dimasukkan ke dalam komputer oleh personel yang berwenang.
  • Data pasien harus dijaga dengan ketat. Setiap personel tertentu hanya bisa mengakses data tertentu yang sesuai, dengan menggunakan security level tertentu.
  • Tidak ada informasi yang dapat dibuka tanpa izin pasien. Distribusi informasi medis harus dibatasi hanya kepada orang-orang yang berwenang saja. Orang orang tersebut juga tidak diperkenankan memindahtangankan informasi tersebut kepada orang lain.
  • Data yang telah “tua” dapat dihapus setelah memberitahukan kepada dokter dan pasiennya (atau ahli warisnya).
  • Terminal yang on line hanya dapat digunakan oleh orang yang berwenang.
Komputerisasi rekam medis harus menerapkan sistem yang mengurangi kemungkinan kebocoran informasi ini. Setiap pemakai harus memiliki PIN dan password atau menggunakan smart card, sidik jari atau pola iris mata sebagai pengenal identitasnya. Data medis juga dapat dipilah pilah sedemikian rupa, sehingga orang tertentu hanya bisa mengakses rekam medis sampai batas tertentu. Misalnya seorang petugas registrasi hanya bisa mengakses identitas umum pasien, seorang dokter hanya bisa mengakses seluruh data milik pasiennya sendiri, seorang petugas billing hanya bisa mengakses informasi khusus yang berguna untuk pembuatan tagihan dan lain lain. Bila dokter tidak mengisi sendiri data medis tersebut, Ia harus tetap memastikan bahwa pengisian rekam medis yang dilakukan oleh petugas khusus tersebut telah benar.

Sistem juga harus dapat mendeteksi siapa dan kapan ada orang yang mengakses sesuatu data tertentu (footprints). Di sisi lain, sistem harus bisa memberikan peluang pemanfaatan data medis untuk kepentingan auditing dan penelitian. Dalam hal ini perlu diingat bahwa data yang mengandung identitas tidak boleh diakses untuk keperluan penelitian. copy rekam medis juga hanya boleh dilakukan di kantor rekam medis sehingga bisa dibatasi peruntukannya. Suatu formulir “perjanjian” dapat saja dibuat agar penerima copy berjanji untuk tidak membuka informasi ini kepada pihak pihak lainnya.

Pengaksesan rekam medis juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang tidak berwenang tidak dapat mengubah atau menghilangkan data medis, misalnya data jenis read-only yang dapat diaksesnya. Bahkan orang yang berwenang mengubah atau menambah atau menghilangkan sebagian data, harus dapat terdeteksi “perubahannya” dan “siapa dan kapan perubahan tersebut dilakukan”.

Masalah hukum lainnya adalah apakah rekam medis elektonik tersebut masih dapat dikategorikan sebagai bukti hukum dan bagaimana pula dengan bentuk elektronik dari informed consent? Memang kita menyadari bahwa berkas elektronik juga merupakan bukti hukum, namun bagaimana membuktikan keautentikannya? Bila di berkas kertas selalu dibubuhi paraf setiap ada perubahan, bagaimana dengan berkas elektronik? Cukupkah dengan PIN dan electronic signature? Undang undang Praktik Kedokteran No. 29/2004 meng isyaratkan demikian dalam Pasal 46 ayat (3). Secara formal hukum Indonesia belum mengatur admissibility dan dokumèn elektronik. Namun demikian hingga saat ini belum ada landasan hukum bagi informasi kesehatan elektronik, khususnya yang berkaitan dengan keabsahannya secara hukum, baik sebagai bukti hukum ataupun dalam lalu lintas informasi. Diharapkan revisi Peraturan mentri kesehatan tentang Rekam Medis dalam waktu dekat ini akan mengatur hal tersebut.
Di sisi lain, komputerisasi mungkin memberikan bukti yang lebih baik, yaitu perintah jarak jauh yang biasanya hanya berupa per telepon (tanpa bukti), maka sekarang dapat diberikan lewat e-mail yang diberi tanda tangan (signature).

EnryMazniDotCom -  Pelayanan kesehatan yang berkembang di indonesia sangat beragam macamnya, diantaranya ada rumah sakit, puskesmas, dokt...

EnryMazniDotComPelayanan kesehatan yang berkembang di indonesia sangat beragam macamnya, diantaranya ada rumah sakit, puskesmas, dokter praktek swasta, balai pengobatan, klinik 24 jam dan dokter keluarga. Rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh dan paling kompleks dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Menurut WHO rumah sakit adalah suatu bagian menyeluruh dari organisasi sosial dan medis berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, rumah sakit juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial. Fasilitas pelayanan kesehatan lain seperti puskesmas dikenal sebagai tempat pelayanan primer.
Faskes
Faskes
Untuk menjalankan tugas tersebut perlu di dukung adanya unit unit pembantu yang mempunyai tugas spesifik, diantaranya unit rekam medis. Unit rekam medis bertanggungjawab terhadap pengelolaan data pasien menjadi informasi kesehatan yang berguna bagi pengambilan keputusan. Fasilitas kesehatan mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan pokok sasarannya masing masing. Selain itu, juga mempunyai kewajiban administrasi untuk membuat dan memelihara rekam medis pasien. Hal ini ditegaskan dalam beberapa peraturan dan undang undang, misalnya undang undang praktik kedokteran NO.29 Tahun 2004 pasal 46 ayat 1 yaitu "setiap dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran wajib membuat rekam medis".

Unit rekam medis pada fasilitas kesehatan sangat berperan untuk menjaga dan memelihara rekam medis pasien, hal ini disebutkan juga dalam peraturan mentri kesehatan republik indonesia nomor 269 tahun 2008 tentang rekam medis pada pasal 5 ayat 1, selain di atas, pelayanan rekam medis di fasilitas pelayanan kesehatan juga menjadi salah satu penilaian pada proses akreditasi.
Savitr Citra Budi,M.PH dalam bukunya Manajemen Unit Kerja Rekam Medis

Fungsi lCD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas da...

Fungsi lCD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas.

Fungsi Dan Kegunaan ICD

Penerapan Pengodean sistem lCD Digunakan untuk :


  • Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan
  • Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis
  • Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan
  • Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (diagnosis-related groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan
  • Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas
  • Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis
  • Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman
  • Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan
  • Untuk penelitian epidemiobogi dan klinis

Daftar Referensi atau Buku Buku Rekam Medis EnryMazniDotCom - Baca juga buku 'Statistik Rumah Sakit Untuk Pengambilan Keputusan ...


Daftar Referensi atau Buku Buku Rekam Medis

EnryMazniDotCom - Baca juga buku 'Statistik Rumah Sakit Untuk Pengambilan Keputusan
Daftar Buku Buku Rekam Medis Disini
Manajemen Administrasi Rumah Sakit,Edisi Kedua, Karangan Tjandra Yoga Aditama, 2007, Penerbit Universitas Indonesia
- Statistik Rumah Sakit ( dari sensus pasien dan Grafik Barber Johnson hingga statistik kematian dan otopsi ), Karangan Rano Indradi Sudra, 2010, Penerbit Graha Ilmu
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang terintegrasi,Karangan Ery Rustiyanto, 2010, Penerbit Gosyen Publishing
Etika Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan, Karangan Ery Rustiyanto, 2009, Penerbit Graha Ilmu
Statistik Rumah Sakit untuk Pengambilan Keputusan, Karangan Ery Rustiyanto, 2010, Penerbit Graha Ilmu.
Termonologi Medis Pengenalan Istilah Medis, Karangan Nuryati,M.PH, 2011
Manajemen Unit Kerja Rekam Medis, Karangan Savitri Citra Budi M.PH, 2011
Manajemen Filling Dokumen Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, Karangan Ery Rustiyanto, Warih Ambar Rahayu, Poltekes Permata Indonesia
Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan Revisi Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam Medis Rumah Sakit (1991) dan Pedoman Pengelolaan Rekam Medis di Rumah Sakit di Indonesia (1994,1997), Editor Gemala R. Hatta, 2008, Penerbit Universitas Indonesia

EnryMazniDotCom - Rekam Medis / kesehatan psikiatri atau rekam kesehatan jiwa (mental) dikenal sebagai rekam medis perilaku (behavioral h...

EnryMazniDotCom - Rekam Medis / kesehatan psikiatri atau rekam kesehatan jiwa (mental) dikenal sebagai rekam medis perilaku (behavioral health records). Di dalamnya terdapat data diagnostik dan penilaian terhadap informasi psikologi dan pelayanan psikiatri. Data yang terdapat di dalamnya meliputi diagnosis waktu masuk, alasan pasien masuk rawatan dan nama-nama yang membuat keputusan agar pasien dirawat.
Rekam Medis Pasien Jiwa
Rekam Medis Pasien Jiwa
Selain itu rencana tujuan perawatan (Goal Oriented) juga harus ditegakkan. Informasi yang diperoleh dari keluarga dan lingkungan juga harus disertakan dalam rekaman. Persyaratan lain seperti evaluasi psikiatri termasuk riwayat masa lalu, status kejiwaan, riwayat penyakit sekarang, kecerdasan dan fungsi memori.


Catatan perkembangan (CP) juga harus mencatat setidaknya setiap minggu selama dua bulan pertama dan setidaknya sekali sebulan sesudahnya. Harus dibuat ringkasan riwayat pulang (resume) di akhir perawatan. Perlu perhatian khusus terhadap upaya penahanan pasien gaduh gelisah yang membahayakan dirinya sehingga bila perlu dilakukan fiksasi dan isolasi maupun penggunaan terapi lain (misalnya elektrokonvulsif).

Fasilitas psikiatri juga menangani kasus kecanduan alkohol, NAPZA. Perhatian akan kerahasiaan (konfidensial) harus benar-benar ditegakkan dalam menangani berkas rekam medis kesehatan jiwa.